Sebuah Tribut dan Catatan Kegilaan untuk Koil

Oleh Ibnu Raharjo.


Koil adalah satu dari sedikit band indonesia yang memiliki fans loyal dan militan untuk tidak menyebutnya gila. Membandingkan Koil dengan Slank atau Iwan Fals tentu tidak sebanding dari sudut manapun, namun menimbang kegilaan fansnya adalah hal yang berbeda. Album Tribute To Koil ini adalah buktinya. Berbekal kecintaan kepada band pujaannya, beberapa pemuda -antara lain Jaka Kandaga dan Vidi Nurhadi- nekad menggagas album tribut buat Koil.

Singkat kata pemuja Koil ini mengumpulkan dana, menghubungi band-band yang tertarik menyumbangkan diri untuk mengisi album itu [dengan cuma-cuma tentu saja], mengompilasi hasilnya ke dalam CD, lalu membagi-baginya gratis. Proyek ini siapapun tahu perlu banyak energi, waktu dan terutama uang. Namun rupanya keterbatasan dalam hal-hal tersebut tak menjadi alasan bagi Jaka dan teman-temannya untuk mundur. Terwujudnya album ini sungguh hadiah yang menyenangkan bagi Koil, lebih-lebih bagi penggemar Koil di mana-mana. Saya belum pernah mendengar ada fans band Indonesia lain, fans Slank atau Iwan Fals sekalipun membuat album tribut untuk musisi idola mereka. Dengan kemunculan album ini fans Koil boleh sedikit berbangga hati.

'Kami Percaya Kaupun Terbakar Juga' berisi sekumpulan lagu-lagu Koil dari beberapa album yang digarap ulang. Melihat list band yang muncul di album ini sempat membuat kening saya berkerut. Nama-nama yang asing, sedikit sekali yang saya kenali. Mungkin karena ke-kuper-an saya saja. Atau karena memang band-band itu adalah band yang baru muncul, saya tak tahu. Tapi keberadaan mereka di album itu tentu punya alasan, begitu pikir saya. Dan pertanyaan saya langsung terjawab begitu saya mulai mendengar album ini.

Track 'Burung Hantu' menjadi lagu pembuka yang nendang, sangat asyik. Pendengar serasa langsung disergap dan mau gak mau musti ikhlas bergoyang rusuh bersama lagu ini. The Moms Berdarah dengan gaya garage-nya sukses memberi interpretasi baru pada lagu yang aslinya murung ini. Kalo ditampilkan live, saya yakin Otong pun akan ikut jejingkrakan dan sing-along. Haha.

Menyusul kemudian adalah 'Dosa Ini Tak Akan Berhenti' yang berasal dari album Megaloblast. Midnight Soul yang dipercaya ikut mengisi album ini membayar tuntas kepercayaan itu dengan sangat ciamik: mereka mainkan salah satu lagu kebangsaan Koil ini dengan gaya rockabilly yang cantik! Kalau Anda masih asing dengan istilah rockabilly, ini adalah istilah baru hasil perkawinan rock & roll dan hillbilly [semacam musik country]. Midnight Soul tampil begitu prima; vokal yang apik, irama rock & roll yang terjaga, serta sentuhan country dari harmonika yang pas juga manis. Nomor ini seketika jadi favorit saya.

Pada track berikutnya, Screaming Factor merombak 'Ini Semua Hanyalah Fashion' menjadi nomor metal yang cepat, gahar dan menderu-deru. Perombakan yang mereka lakukan lumayan ekstrim. Hanya sedikit cita rasa Koil yang tersisa. Anda mungkin menyangsikan lagu ini aslinya milik Koil sampai anda tiba di bagian refrain. Oya, mendengarkan lagu ini beberapa kali entah kenapa tiba-tiba terlintas di kepala saya, ”Ah, bagaimana ya rasanya apabila Phil Anselmo nyanyiin lagunya Koil.” Hehe. Oke, nomor ini saya yakin akan segera mendapat tempat di hati mereka yang menyukai musik cadas.

Selanjutnya adalah nomor klasik milik Koil, 'Lagu Hujan', yang jatuh ke tangan Amazing In Bed. Secara musikal tak terlalu jauh dari versi asli, sayang, jadinya kurang menarik. Versi asli juga sangat menyentuh, hal mana tak saya dapatkan dalam versi baru di album ini.

Penampil selanjutnya adalah pembawa pencerahan. Adalah Lullaby For Michelle yang mengusung 'Pudar' dengan alunan ala post-rock yang memikat. Jiwa lagu ’Pudar’ yang ngelangut muncul utuh sepanjang lagu. Ditimpali gitar yang menerawang, vokalis grup ini bernyanyi penuh penjiwaan depresif. Penjiwaan vokalis grup ini menyamai Otong dalam lagu-lagu sedih Koil. Ini nomor favorit kedua saya di album ini.

Berturut-turut kemudian adalah Black Stone Boredom dengan 'Nyanyikan Lagu Perang,' Marianna de Bastard dengan 'Karat' dan Monsternaut dengan 'Tidak Berarti'.

Black Stone Boredom saya kira berjudi dengan memilih lagu ini, mengingat itu adalah lagu Koil yang relatif masih baru. Orang akan langsung membandingkan versi baru ini dengan versi Koil. Dan begitu yang mereka dengar tidak sebaik versi asli, nilainya langsung jatuh. Dan sedikit catatan buat vokalisnya, menyesuaikan diri dengan tempo yang cukup cepat, ia bernyanyi seperti tercekik. Apakah style-nya memang demikian atau karena apa, namun secara umum cara bernyanyinya cukup mengganggu di telinga.

Marianne de Bastard bermain di wilayah aman dan membawakan 'Karat' dengan cukup 'sopan'. Hampir tak ada tafsir baru terhadap lagu lama Koil ini. Mungkin grup ini bisa lebih pol dengan lagu Koil lain.

Di track nomor sepuluh kita akan mendapati nomor yang mengasyikkan dari Monsternaut. Di tangan band stoner ini, 'Tidak Berarti' seolah mendapat ruh baru sehingga ia menjadi lebih hidup dan lebih bisa dinikmati.

Sebuah album yang baik biasanya solid dari awal hingga akhir. Agak berat hati, saya kira beberapa lagu terakhir dalam 'Kami Percaya...’ justru menjadi titik lemah album ini.

Pertama, saya tak habis pikir bagaimana bisa lagu yang sama [Mendekati Surga] muncul dua kali, sama-sama versi remix pula. Mestinya produser bisa mengorganisir agar Psickot maupun M1D1D4Ta menggarap lagu yang berbeda. Stok lagu Koil cukup banyak untuk dikulik dan dinyanyikan kembali. Kalaupun sudah terlanjur rekaman alangkah baiknya kalau yang dimunculkan di album ini cukup satu saja.

Kedua, dua grup lainnya, yakni A Slow in Dance dan Aneka Digital Safari merekonstruksi lagu Koil dengan begitu ekstrim hingga hampir-hampir tak menyisakan elemen Koil di lagunya. A Slow in Dance memainkan 'Aku Lupa Aku Luka' dalam bentuk post-rock berdurasi delapan setengah menit, dengan vokal minimalis. Meski harus diakui bahwa instrumentasi mereka cukup bisa dinikmati, namun lagu ini alpa menunjukkan unsur Koil.

Sementara itu 'Semoga Kau Sembuh' yang dahsyat itu sukses ’dihancurkan’ oleh Aneka Digital Safari menjadi [sekadar?] olahan suara-suara noise yang memekakkan telinga. Barangkali telinga saya saja yang lemah, atau selera musik saya saja yang payah, namun berulang-ulang saya memutarnya, impresi saya tidak berubah. Hanya ada kebisingan di sana.

Pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa album tribut ini cukup menyenangkan. Angkat topi untuk penggagas dan para pengisi yang mewujudkan album ini. Kita jadi tahu bahwa Koil [beserta musik dan aspek-aspek lain yang melekat di band ini] ternyata membawa pengaruh yang tak bisa diremehkan. Ia menembus sekat-sekat usia, genre musik dan wilayah geografis. Dan menyimak band-band di album ini saya jadi yakin bahwa banyak band bagus di negeri ini apapun genrenya. Kalau mau konsisten dan kerja keras seperti Koil saya tak akan terlalu terkejut kalo kelak salah satu band di album ini mengemuka dalam percaturan musik Indonesia. Waktu yang akan menjawabnya.

disadur dari sini